Suatu siang waktu masih kuliah semester 6, saat ngobrol-ngobrol riang dengan beberapa teman kos (tentunya sambil ngegosip sana-sini), ada yang nyeletuk "Eh, apa enaknya sih gantung diri? Sakit kan? Mending gantung diri di bawah pohon tauge aja, hehehe". "Atau di pohon jengkol saja" Wkwkwkwkwk... sontak kami pun tertawa, aja-aja ada nih memang temen-temen. Tapi bukan Riski donk kalau ga penasaran, memangnya "Pohon Jengkol" itu kayak gimana sih? Kalau "pohon Tauge" tau bentuknya, kan Tauge itu bukan pohon, tapi kecambah. Awalnya saya kira Jengkol itu ya mirip kacang tanah pohonnya, tapi saya menganga dengan lebarnya ketika menemukan fakta bahwa Jengkol itu benar-benar "POHON".
Ceritanya saat KKN (Kuliah Kerja Nyata) di semester 7, saya dan seorang teman sedang jalan-jalan menyusuri jalan desa, hingga sampai di tengah persawahan yang luas. Saat itu sedang musim panen, sehingga banyak sekali petani di situ. Kami melihat-lihat dan berhenti di sebuah pohon, lalu saling tanya, ini pohon apa ya? Kok buahnya kayaknya kita kenal. Eh ada petani yang lewat dan mungkin mendengar ocehan kami, dia nyeletuk "Itu kan Jengkol, neng, memangnya Neng ga tau ya?" What's!! Ternyata Ya Allah Jengkol itu pohon ya. Si petani melihat muka kami yang penuh keheranan dan takjub, akhirnya beliau mengambil salah satu buahnya, lalu membukanya "Tuh kan neng, beneran Jengkol". Iya betul, memang Jengkol.
Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan salah satu tumbuhan polong-polongan (Famili Fabaceae), satu keluarga dengan Petai. Batangnya berkayu dengan tinggi mencapai 10-26 meter. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Jengkol diketahui dapat mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat. Namun, jengkol dapat mengganggu kesehatan seseorang karena konsumsi jengkol berlebihan menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di saluran urin, yang disebut "jengkolan". Ini terjadi karena jengkol mengandung asam jengkolat yang tinggi dan sukar larut di air pada pH yang asam.
Jadi, sekarang siapa yang mau gantung diri di pohon Jengkol? SAYA TIDAK MAU SAMA SEKALI. Gantung diri dimanapun saya TIDAK MAU. Kalo gantung baju sih setiap hari.
Kalau makan Jengkol? Ya bolehlah tapi cuma 2-3 biji saja yang sudah matang seperti ini...
Sumber gambar:
- www.eocommunity.com
- kitabherba.blogspot.com
- clinicoustic.blogspot.com
- lapakceria.wordpress.com
- http://alamendah.org/2011/03/13/jengkol-atau-jering-archidendron-pauciflorum-si-bau-yang-disuka/
harusnya postingan ini diikutkan di GA hari jengkol ya hehehe
ReplyDeleteEh emang ada Mak? Kapan? sudah lama kah? Ya ga papa deh, sharing-sharing aja... :)
DeletePohonnya sih sudah tau mbak, cuman gak bisa makannya, nyium baunya aja sudah mabokk....
ReplyDeletehehehehe... dulu saya begitu, sekarang nggak terlalu mabok.. :)
DeletePohonnya gede,,, yang enak makan yang masih muda banya gak terlalu kelihatan. Di deket rumah ada pabrik pengolahan jengkol... Kulitnya ampe banyak... yang tercemar polusi udaranya... wadoooh baunya gak ketulungan...
ReplyDeleteWhat'sss??!!! Wah mesti enek tuh, kalo Lowongan Kerja Kaltim tinggal disitu bisa mabok jengkol ya dia tiap hari.. Pengolahan jengkol jadi apa?
Deletedi pasar..sering jumpai panganannya...pernah juga makan...enak.
ReplyDeleteJengkol di tanak, makannya dengan diberi bumbu gurih kalau kita bilang tailala :)
Tailala?? ada lagi namanya, coba saya cari di Google nanti, tapi itu nyebutnya tanpa spasi kan ya? :D
DeleteKalau aku minim ilmu tentang perjengkolan Mak Riski..hihi..kurang suka soalnya..paling cuma bisa masaknya aja..bikin semur jengkol buat suami yang doyan..^^
ReplyDeleteDiposting hayuk Mak resepnya.. aku tar nyontek.. hehehe
Delete