Sumber gambar: www.emveemag.com |
Tadi saya ditanya oleh seseorang, "Eh..denger-denger sekolah kamu status akreditasinya beli ya pake duit?" What the h***l is that!! Begitu pikir saya. Ya ga emosi gimana coba, waktu akreditasi itu semua guru ikut terlibat, pontang panting ngumpulin berkas akreditasi (gurunya sedikit, jadi guru juga merangkap panitia). Nah, sebagian dari kami itu guru baru, jadi berkas-berkas guru yang lama perlu dicari setengah mampus, setelah itu diperbaharui menyesuaikan kurikulum yang digunakan sekolah kami yaitu KTSP sistem SKS (Sistem Kredit Semester). Tenang, saya tidak mencak-mencak ke orang itu, kan dia denger-denger katanya, jadi saya jelaskan sebenar-benarnya bahwa akreditasi sekolah itu ada kriterianya, dan alhamdulillah kami memenuhi kriteria akreditasi A. Tapi, saya sungguh heran seheran-herannya, kok ada ya orang yang dengan sebegitu teganya membuat gosip palsu seperti itu. Dia kan tidak terlibat prosesnya, kok menghakimi sekolah kami sesadis itu.
Apakah itu dikategorikan sebagai fitnah? Hanya Allah yang tau. Kalau menurut saya sih iya, soalnya kan itu bukan pernyataan yang benar, dan menyakiti perasaan kami semua yang terlibat (jika kami, panitia, mendengar hal itu juga). Sebegitulah fitnah, kejam, bahkan katanya kejamnya itu melebihi pembunuhan, berarti kejam sekali kan? Ada yang saling membunuh akibat fitnah, ada suami istri yang bercerai akibat fitnah, banyak yang putus silaturakhimnya akibat fitnah. Naudzubillah.
Bagaimana kalau kita mendengar suatu gosip atau kabar burung yang belum jelas kebenarannya? Apalagi gosip yang menjelekan atau gosip tidak benar tentang seseorang, lembaga, atau sesuatu? Kalau saya pribadi, saya akan bertanya pada banyak sumber, apakah gosip itu benar, atau jika saya sudah mengetahui kebenarannya, saya akan menjelaskannya kepada si penanya, atau bahkan saya akan diam saja dan mengacuhkan gosip itu. Kalau semisal (tapi amit-amit jangan sampai ya), saya yang digosipkan tidak benar dan saya mendengarnya, trus saya tau orang yang menyebarkannya, saya akan bertanya tujuannya apa. Bukannya menceritakan aib saudaranya itu sama dengan memakan bangkai yang membusuk. Kalau tidak tau siapa yang mengucapkannya? Ya bersabar saja, toh kebenaran itu akan selalu terlihat.
Ya, mungkin kadang kita salah bertindak atau berucap, tapi segera meminta maaf itulah yang bisa menghindarkan kita dari digosipkan. Mengendalikan mulut kita saat berucap dan telinga kita saat mendengar, bisa menjadikan kita manusia yang mulia. Maaf, saya sedikit emosional ketika menulis postingan ini. Menurut teman-teman, bagaimana menyikapi gosip, atau fitnah itu?
Sumber gambar: www.ahyanarif.com |
Klo aku yg jd korban fitnah ya aku pasti emosi. Mungkin akan aku samperin si penyebar awalnya.
ReplyDeletesama Mem.. kalo ketemu orangnya pengin tak kuwes-kuwes, masukin karung trus tak alusin pake alu di lumpang.. *marem kan.. (ini gambaran esmosi di hati saya)
Deletekesel pastinya ya kalau kena fitnah
ReplyDeleteBanget Mak.. Banget..banget..banget...
Delete