Assalaamu'alaikum...!! ^_^
Jalan Dr. Satrio & Flyover Prof. Dr. Hamka di hari Minggu |
Pertama kali saya ke Jakarta adalah pas study tour SMP. Kesan pertama saya, Jakarta itu panas, mahal dan macet. Kesan macet ini akhirnya saya rasakan ketika saya bekerja di Jakarta. Tempat kerja pertama saya di Tanjung Priok (Jakarta Utara) dan alamat kos saya waktu itu di Benhil (Jakarta Pusat). Waktu yang ditempuh dari kos ke tempat kerja bisa sekitar 1,5 jam jika jalanan lancar. Untungnya, saya hanya bekerja 2 hari dalam seminggu di Tanjung Priok. Waktu itu bahkan sampai sekarang, saya takut naik Kopaja (bis umum kecil di Jakarta) karena kadang kalau hanya satu orang yang turun, maka sopir hanya melambatkan kendaraan, bukan berhenti. Hiii... kan takut kakinya ketheklik (apa sih bahasa Indonesianya?). Akhirnya saya selalu naik bus Transjakarta pulang pergi ke tempat kerja. Saya kira karena bus Transjakarta ini punya jalur sendiri yakni busway maka kemungkinan perjalanannya akan lancar. Pada kenyataannya sama saja bila kondisi macet ya kena macet juga, apalagi bila melewati daerah Kelapa Gading, beuh macet! Bahkan pernah pada satu waktu, saya mesti berdiri selama sekitar 30 menit dalam kondisi bus berhenti dan penuh sesak. 😴😴😴 Rute itu saya lewati selama 1 tahun, dari 2011-2012. Bagaimana ya kabar bus Transjakarta sekarang ini?
Tahun itu, saya belum mengenal aplikasi-aplikasi yang nanti saya sebutkan, sehingga saya pasrah saja bila ketinggalan bus Transjakarta atau terjebak macet. Kalau toh punya juga, aplikasinya belum secanggih sekarang. Nah, sejak tahun 2014, suami memilihkan kontrakan yang daerahnya dekat dengan stasiun Commuter Line. Ini lebih memudahkan saya memilih jenis transportasi, sebab kantor saya lebih mudah dijangkau dengan Commuter Line daripada bus Transjakarta. Tapi, bukan berarti tidak bisa menggunakan bus Transjakarta. Jadi nih, kantor tempat saya bekerja ini, jika dari kontrakan yang sekarang, bisa dijangkau dengan ojek (pastinyah), taksi, kopaja (jalan kaki dulu ke halte), bus Transjakarta (tapi naik angkot dulu ke halte busnya), dan Commuter Line (satu kali ngangkot lagi ke kantor), serta mobil pribadi (saya belum punya, hehehe). Tinggal sayanya yang memilih mau naik apa 😘😘😘.
Dari beragam alat transportasi itu, saya seringnya memilih naik Commuter Line dan ojek (baik ojek pangkalan atau ojek online). Pertimbangan saya adalah karena jarak kontrakan ke stasiun lumayan dekat dan ojek juga banyak. Halte bus juga sebenarnya dekat, tapi saya kan enggak suka naik Kopaja, walaupun sekarang ada bus Transjakarta yang trayeknya sama dengan Kopaja. Gimana ya, sudah kadung jatuh hati dengan Commuter Line dan ojek sih, hehehe. Mungkin kalau sangat terpaksa, saya akan naik angkutan umum tersebut.
Eh iya, kepanjangan ya preambulnya. Setelah HP saya alhamdulillah memadai untuk memasang lebih banyak aplikasi, saya kemudian memasang beberapa aplikasi. Aplikasi berikut ini biasanya tiap hari (terutama Senin - Jumat) saya pantengin agar saya tahu harus naik apa dan lewat jalan mana. Dulu, untuk aplikasi yang fungsinya sama, saya memasang 2 buah untuk berjaga-jaga. Namun sekitar awal 2017, saya memutuskan memasang 1 jenis aplikasi saja untuk aplikasi yang fungsinya sama. Aplikasinya apa saja?
1. GOOGLE MAP
Google Map ini dulunya hanya peta saja untuk menunjukkan jalur mana saja yang bisa kita lewati kalau kita mau menuju ke satu tempat. Sekarang ini (mungkin sejak 2016 ya), Google Map sudah dilengkapi dengan petunjuk kepadatan lalu lintas di tiap jalan. Warna hijau berarti jalannya lengang, kuning berarti lumayan banyak kendaraan, merah artinya padat, dan merah tua artinya padat sekali bahkan kadang kendaraan tidak bergerak. Kita juga bisa melihat jalan mana yang sedang ditutup karena ada pembangunan, dan di jalan mana terjadi kecelakaan lalu lintas.
Yang saya lihat, Google Map bisa menampakkan jalan dari jalan yang lebar sampai yang hanya muat satu mobil. Tapi ya itu, gang sempit yang hanya bisa muat dua motor berdempetan memang belum nampak di Google Map. Sebelum 2017, saya juga punya aplikasi serupa Google Map, yaitu Waze. Waze inilah yang terlebih dulu berinovasi memunculkan kepadatan lalu lintas. Kita juga bisa berkontribusi melaporkan kepadatan lalu lintas di Waze ini. Namun, setelah saya update aplikasi Google Map dan ternyata Google Map juga berinovasi hal yang sama, saya pun menguninstall aplikasi Waze. Dua aplikasi ini memang memakan kapasitas ruang yang banyak.
Seringnya sih, saya hanya melihat petanya saja, mana yang kira-kira enggak terlalu banyak macetnya. Misalnya bila saya pulang kerja, jalur yang dilewati angkot menuju stasiun apakah merah atau hijau. Bila merah semua dari lokasi sampai tempat tujuan, maka saya akan berjalan kaki. Begitu juga jika saya naik ojek, sebelum ojeknya datang, saya akan melihat dulu jalur mana yang lebih banyak hijaunya. Selain itu, Google Map juga membantu saya memilih rute ketika saya menuju ke tempat yang baru saja saya datangi.
2. KRL ACCESS
Saya baru memasang KRL Access sekitar bulan April 2017. Awalnya karena saya tidak mendapatkan ojek selama 2 hari padahal kerjaan di rumah lagi banyak sehingga saya selalu mepet ketika mau berangkat kerja. Di KRL Access ada menu:
- Posisi Kereta untuk mengecek posisi kereta dari stasiun yang kita inginkan. Misalnya kita memilih Posisi Kereta dan menulis stasiun Cikini, maka akan muncul kereta tujuan Jakarta kota sudah berapa stasiun lagi dari Cikini, atau kereta tujuan Bogor, Depok, atau Bekasi.
- Jadual dan Rute untuk mengecek jadwal kereta yang tiba di stasiun yang kita mau jam berapa saja. Ketika memilih Jadual dan Kereta kemudian kita menulis nama stasiun yang kita mau serta dari jam berapa sampai jam berapa. Nanti akan muncul jadual dan rute keretanya apa saja yang berhenti di stasiun tersebut.
- Tarif. Sudah jelas kan ya kalau kita mengklik menu Tarif dan menulis dari stasiun mana sampai mana, maka akan muncul biaya yang harus kita keluarkan. Jangan lupa, bila menggunakan THB (Tiket Harian Berjaminan), maka biaya/tarif itu ditambah Rp 13.000,-
- Ada juga email komplain dan Peta Rute
Biasanya saya melihat jadwal kereta agar saya bisa memperkirakan waktu berangkat dari kontrakan. Dan apakah saya harus berjalan kaki atau naik ojek ke stasiun.
Postingan tentang KRL Access : Mengecek Jadwal dan Rute Commuter Line lewat KRL Access
3. OJEK ONLINE
Sejak Go-Jek mengeluarkan aplikasi Go-Jek di tahun 2015, saya mulai rutin menggunakan layanan ojek online ini. Apalagi sekarang-sekarang ini tarifnya tidak semahal waktu pertama kali saya memakai aplikasi ini. Dan juga pilihan jasanya banyak sekali selain jasa antar orang, hehehe. Ada jasa pesan dan antar makanan, antar barang, bersih-bersih, beli tiket, salon di rumah, dan beli pulsa. Selain itu juga ada poin bagi yang memakai layanan Go-Pay dimana poin ini bisa ditukar dengan voucher pilihan 😍😍😍.
Cerita pertama kali menggunakan aplikasi Go-Jek yang baru diluncurkan : Ngojek jadi Nyaman dengan Aplikasi Go-Jek
Terus terang layanan ini sangat membantu saya ketika saya harus cepat sampai ke kantor atau tempat tujuan yang lain, atau waktu saya tidak sempat membeli sendiri makanan. Karena saya tidak harus mencari tempat mangkalnya ojek, mereka yang datang sendiri ke tempat yang sudah saya tentukan lewat aplikasi.
Selain Go-Jek, ada beberapa aplikasi serupa seperti Grab dan Uber. Tahun 2016, saya memasang ketiganya, tapi sekarang saya hanya memasang aplikasi Go-Jek. Sedang suami memasang Go-Jek dan Grab. Ketiga aplikasi ini punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Ada kalanya Uber paling murah, adakalanya Go-Jek atau Grab yang paling murah. Ada daerah yang lebih banyak pengemudi Grab-nya, ada juga yang lebih banyak pengemudi Go-Jeknya.
4.TWITTER
Whaaaattt! Apa hubungannya twitter dengan kepadatan lalu lintas? hehehe. Begini, terkadang ada masanya dimana terjadi gangguan perjalanan Commuter Line atau ada kecelakaan lalu lintas atau kemacetan di daerah tertentu, kan? Kita bisa dengan cepat mengetahuinya lewat official account twitter mereka:
- Commuter Line di @CommuterLine
- Lalu lintas Jakarta di @TMCPoldaMetro
- Bus Transjakarta di @PT_TransJakarta
- Ojek Online Go-Jek di @gojekindonesia
- Ojek Online Grab di @GrabID
- Ojek Online Uber di @Uber_IDN
Selain untuk mengetahui tentang lancar atau tidaknya rute perjalanan yang akan kita lalui menggunakan moda transportasi tersebut, kita bisa komplain atau bertanya (dengan pertanyaan yang sesuai) di akun-akun tersebut. Dari sekian banyak twitter pertanyaan dan kadang komplain yang saya tulis dengan memention salah satu akun itu, alhamdulillah mereka cepat menjawabnya. Etapi saya belum pernah bertanya atau komplain ke akun twitternya @TMCPoldaMetro dan @PT_TransJakarta ding, jadi saya enggak tahu seberapa cepat adminnya menjawab, hehehe.
Yah misalnya Teman ReeNgan enggak mau ngetwit, minimal kita bikin akun twitter untuk memfollow akun-akun seperti ini, hehehe. Agar perjalanan kita di Jakarta menjadi nyaman.
Sebetulnya ada satu lagi aplikasi yang bisa Teman ReeNgan install, yaitu BusTransJakarta. Namun, karena saya sekarang tidak menggunakan moda transportasi ini, maka saya tidak menginstallnya. Tadi (8 Oktober 2017) saya sempat mencoba menginstall aplikasi tersebut, tapi ternyata ada satu fitur penting yang belum mereka update yakni Bus Tracking (melacak keberadaan bus TransJakarta dari halte yang kamu inginkan). Jadi menurut saya nih, daripada mengurangi kapasitas HP, mending enggak install dulu sampai mereka memperbaiki aplikasi ini.
Tahun ini, banyak sekali pembangunan sarana prasarana jalan dan transportasi di Jakarta sehingga banyak jalan yang menyempit. Akibatnya sedang banyak jalur yang mengalami kemacetan luar biasa seperti jalur yang melewati perempatan Kuningan, perempatan patung Dirgantara Pancoran, perempatan Matraman, jalan Fatmawati, daerah Lebak Bulus (pembangunan stasiun MRT), dan jalan Kali Malang. Ada baiknya memang kita mengetahui jam-jam terjadinya kepadatan lalu lintas atau bisa berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Percaya atau tidak, di Jakarta bila kita terlambat berangkat 5 menit saja dari jam biasanya, maka pasrahlah menghadapi kemacetan.
Eh iya, tapi tidak semua jalanan di Jakarta itu macet kok. Ada juga jalan yang lengang, ya walaupun mungkin itu bukan jalur yang harus kita lewati, hmmm. Semoga postingan ini bermanfaat untuk Teman ReeNgan ^_^ [] Riski Ringan
kalau di jakarta perlu banget ya, mbak aplikasi buat memantau jalan ini secara macet dimana-mana
ReplyDeleteBagi saya iya penting banget, agar tidak terlambat masuk kerja... ^_^
DeleteSatu lagi pakai Waze buat cek kemacetan :D
ReplyDeleteBerguna banget pas ngira2 daerah mana yg macet pas mau ke event hehe :P
Sudah saya jelaskan di postingan ini, Kak. ^_^
Delete