Friday 18 April 2014

Ngobrolin Film Homefront & Menyikapi Pertengkaran Anak

Poster Homefront
(sumber gambar: https://en.wikipedia.org/wiki/Homefront_%28film%29)
Homefront, sebuah film laga dibintangi oleh Jason Statam yang berperan sebagai Phil Broker, seorang mantan intel bagian narkoba. Dia mempunyai seorang anak perempuan, dan menginginkan hidup tentram di suatu desa.

Suatu hari, si anak -Maddy Broker- bertengkar dengan teman sekolahnya hingga menyebabkan temannya itu berdarah. Masalahnya, ya biasa lah karena saling ejek. Ibu si anak marah besar dan sepertinya tidak terima dengan perlakuan Maddy kepada anaknya. Dia lantas menghubungi kakaknya yang ternyata gembong narkoba untuk membalas perlakuan Maddy. Si kakak dengan liciknya mengajak pimpinan gembong narkoba untuk balas dendam setelah mengetahui tantang Phil yang dulunya intel narkoba. Hingga terjadilah baku hantam, tembak menembak, dan tentu luka serta kematian. Sedang apa yang terjadi dengan Maddy dan temannya yang sempat berkelahi itu? Mereka sebelum baku tembak, sebetulnya sudah baikan dan bermain lagi seperti biasa.

Ouch.. film itu saya tidak tahu sukses atau tidak, tapi pelajaran penting dari yang saya ambil dari film itu adalah anak pasti akan bertengkar dengan temannya suatu saat nanti. Bagaimana menyikapinya? Teman saya bilang, sebagai orang tua, memang kita akan merasakan sakit berkali lipat ketika anak kita terluka, tapi kalau masalahnya adalah bertengkar, yang paling penting adalah komunikasi. Bertanya kepada anak kita dengan baik rentetan kejadiannya sehingga dia bertengkar, lalu sianak dihadapkan dengan lawan bertengkarnya itu dan minta dia untuk bercerita dengan sejujurnya (dengan lembut ya, jangan membentak, kalau membentak, ga akan dapat pernyataan jujur dari anak). Kalau masalahnya tidak terlalu berat, beri mereka alasan kenapa mereka harus mempertengkarkan hal itu, hal yang seharusnya tidak dipertengkarkan. Lalu mengajak mereka untuk berdamai. Jadi, intinya jadi orang tua itu harus sabar, kata suami saya, anak itu bertengkar paling lama 1 jam, setelah itu mereka akan baikan lagi seperti tidak ada kejadian apa-apa... :)

Gampang sekali sepertinya ya, tapi teman saya itu ya memang seperti itu, walau anaknya salah atau tidak salah, pasti disuruh minta maaf duluan, baru di rumah dia menjelaskan alasan kenapa si anak harus meminta maaf duluan. Hmmm.... nanti semoga saya bisa seperti itu.

Contoh yang paling sering membuat anak bertengkar biasanya karena ejek-ejekan nama ayah atau nama ibu (kenapa ya?). Sabar ya para orang tua, kalau si anak sudah mulai bertengkar dengan temannya. Kalau semisal ada hal yang "istimewa", misal sudah mulai memakai senjata dalam bertengkar, sudah mulai melukai yang berlebihan ketika bertengkar, dan yang ekstrim lainnya. Nah, itu baru disikapi dengan luar biasa, yakni, bawa anak tersebut ke psikiater atau ustad. Mungkin ada cara lain? Yuk share di sini, atau di blog teman masing-masing :)

Thursday 17 April 2014

Cerita KRL : Tentang Empati dalam Commuter Line

Foto ini hanya ilustrasi, bukan kejadian yang dibicarakan di postingan ini

Itu ya yang sekarang lagi bikin hati para ibu memanas, sebuah celotehan seorang penumpang CommuterLine tentang haknya dalam memperoleh kursi. Namun, dia menyampaikannya dengan kata-kata yang kasar dengan menghujat wanita yang hamil.

Hmmm... saya berusaha melihat dari sisinya dia dan sisi wanita hamil. Pastinya sebagai wanita hamil, kita akan marah dihujat seperti itu. Saya yang belum hamil saja marah, kok tega dia menulis seperti itu. Apakah dia sebetulnya sedang mencari perhatian, karena kurang diperhatikan orang di sekelilingnya? Ataukah dia memang sedang menstruasi? Kalau dari sisi dia, mungkin memang dia sedang capek sekali, sehingga dia sudah tidak tahan untuk menulis hal seperti itu. Ah.. saya tidak tahu, tapi yang pasti dia tidak pantas menulis seperti itu.

Sebetulnya peristiwa seperti itu banyak sekali terjadi di sekeliling kita, seperti seorang laki-laki muda yang pura-pura tidur ketika ada seorang kakek yang naik bis. Beberapa anak sekolah yang asyik bercanda di kereta, sedangkan di depannya ada ibu dengan bayinya yang sedang berdiri.

Karena selama ini saya sering menggunakan angkutan umum, jadi saya sudah lumayan banyak melihat kejadian itu. Empati yang berkurang. Kenapa? Menurut para psikolog yang ikut berkomentar tentang hal ini, ini disebabkan karena banyak hal, ada yang karena pergaulannya, dan didikan di rumahnya yang tidak mengajarkan empati. Empati itu apa? Suatu perasaan untuk merasakan apa yang sedang dialami oleh orang lain kemudian berusaha membantunya semampu kita.

Kalau alasannya seperti itu, bismillah saya sebisa saya akan mengajarkan empati kepada saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya dengan cara yang halus. Mungkin pendidikan moral sudah saatnya dimunculkan lagi ya di sekolah, tidak hanya menjadi bagian yang dimasukkan dalam semua mata pelajaran melainkan satu mata pelajaran tersendiri tentang moral terutama moral Pancasila.

Dan, jangan salah ya, jangan karena orang satu itu lantas kita memandang bahwa rasa empati bangsa ini sudah sangat memudar. Orang seperti dia itu sedikit yang saya lihat, jarang-jarang. Masih banyak orang yang memiliki empati yang saya lihat di jalan atau angkutan umum. Masih banyak.

Monday 14 April 2014

Curhat : Anak Anda Kutuan? Oh Tentu Tidak, Kan Ada ...

Didis, kadang malah sampai tertidur
(sumber gambar: http://drzubaidi.com/blog/)
Hiiiii.... peringatan dini bagi yang merasa tidak kuat membaca postingan ini, silahkan menyingkir atau gunakan masker rambut :). 

Kenapa sih saya bahas tentang kutu? Hehehe.. suka-suka saya lah.. enggak ding, ceritanya kemarin saya kan pulang kampung untuk coblosan Pemilu 2014 ya, selama 2 hari. Karena coblosannya sebentar dan jadwal kereta masih jam 8 malam, jadilah saya ngobrol-ngobrol dulu dengan tetangga rumah. Kebetulan mereka lagi asyik ngegosip kira-kira caleg mana nih yang bakal menang (gosip berkualitas). Ada seorang ibu yang sedang "ndidisi" anaknya. Ndidisi itu mencari kutu di kepala. Hehehe... saya maklum dengan hal itu, dulu sewaktu saya masih kecil, cuma pake kaos dalam sama celana pendek, suka mandi di kali, dan kulitnya bersisik (alias kering banget bin dekil), saya kutuan juga. 

Berdasarkan pengalaman saya di dunia perkutuan, saya punya beberapa cara untuk mengenal dan menghilangkannya. Pertama, mari kita kenalan dengan kutu kepala ini. Nama ilmiah dari kutu kepala (menurut wikipedia) adalah Pediculus capitis termasuk kedalam jenis serangga. Kutu ini berkembangbiak dengan bertelur (Jawa:lingsa) lalu melalui tahap metamorfosis tidak sempurna, menjadi bentuk kutu muda (Jawa:kor) dan kutu dewasa (Jawa:tuma). Fase telur dari kutu ini mudah dikenali, telurnya menempel kuat di rambut, dan akan berkilau jika terkena sinar. Saat telur mulai menetas biasanya kondisi kepala sangat gatal dan berasa panas. Kemudian berkembang menjadi dewasa, kutu dewasa ini bisa meloncat dari satu kepala ke kepala lainnya, makanya sering ada yang bilang ketularan kutuan. Mereka (dewasa) bisa bertelur 6 telur perhari, dan akan menetas setelah 8 hari (wikipedia), makanan mereka adalah darah inangnya (dalam hal ini manusia).
Telur Kutu
(sumber gambar: https://cn.cari.com.my/portal.php)
Kutu dewasa
(sumber gambar: http://airafidel.blogspot.co.id/)

Jadi tanda-tanda orang terserang kutu baru dapat dirasakan ketika kutu-kutu itu berkembang biak dan menetas, yakni timbul rasa gatal luar biasa di kulit kepala, kepala terasa panas, muncul merah-merah di kulit kepala, leher atau bagian belakang daun telinga. Dulu, kalau saya sudah mulai garuk-garuk kepala, Mama cepat tanggap langsung memberikan pengobatan. Apa saja?

Siapkan Minyak Rambut (Bisa Urang Aring atau Minyak Kelapa)
Siapkan Serit (Sisir Kutu)
Siapkan Media Keras (Lantai, Papan) dan Kertas Putih

Pertama, oleskan minyak rambut ke seluruh permukaan kulit kepala dan rambutnya, sisir dengan sisir biasa, biarkan selama 10 menit. Kedua, setelah 10 menit, mulai sisir rambut dengan sisir kutu, kalau ada kutunya, langsung pites (bahasa Indonesianya apa ya?) atau tekan kutu tersebut. Ketiga, lakukan hal ini rutin sampai kutu tersebut hilang. Biasanya semingguan baru hilang semua. Kalau cara ini kelamaan, bisa dengan menggunakan obat kutu peditox, tapi kata Mama, biar rambut kamu tambah lebat dan hitam jadi pakainya minyak rambut. Sebetulnya bisa juga dengan bawang putih di tumbuk halus kemudian dioleskan ke kepala dan rambut, cuma baunya itu lho.. hadehh.. (untung Mama enggak pernah pakai cara ini).

Serit/Sisir Kutu
(sumber gambar: http://grapefruits32.blogspot.co.id/)
Oke, itu resep lama dari saya, eh Mama saya. Hindari kutu dengan cara, jangan memakai handuk berbarengan dengan orang yang sedang kutuan, dan jangan jijik dengan kutu. Menurut saya, anak kecil kutuan itu wajar, apalagi anak kampung yang doyan mandi di kali, hehehe... saya jadi tahu bentuk kutu dan cara memusnahkannya dari kepala tanpa membuat rambut rusak.


Sunday 13 April 2014

Terjerat Benang Layangan

Bermain layangan di jalan raya
(sumber gambar: http://www.lintas.me/)
Dari hari Jumat kemarin (11/4/2014) ceritanya saya kedatangan tamu agung, saudara flu. Otomatis saya harus istirahat total dan minum air putih yang banyak, makan buah, sayur de el el, karena sebetulnya saudara flu ini sudah setahun ini tidak menyambangi saya, jadi sekalinya dia datang bawaan di badan berasa tiga kali lipat lemesnya.

Syahdan, di Sabtu sore, suami saya melihat saya sudah agak cerahan, dan dia kasihan dengan saya karena dua hari di rumah terus :), akhirnya dia menawarkan ide bagaimana kalau kamu (red -saya-) ikut ke PMI, saya (red -suami-) mau donor darah. Tadinya saya tidak mau karena masih lemas, tapi ya sudahlah, saya juga ingin jalan-jalan.

Kami naik motor menuju ke PMI pusat di daerah Mampang. Di tengah jalan, tepatnya di pertigaan Minangkabau kami berhenti mendadak, mobil di belakang kami juga berhenti mendadak, tadinya si sopir mau marah-marah tapi tak jadi setelah tahu penyebabnya. Apa itu? Kami tersangkut benang layang-layang yang melintang di jalan, benang gelasan setinggi dahi pengendara motor. Hmmm... dari jauh tidak terlihat, untungnya di situ perempatan jalan tanpa lampu merah, jadi kami pelan-pelan jalannya, coba kalau tidak, naudzubillah, alhamdulillah Allah masih melindungi kami. Entah apa yang terjadi selanjutnya, kami serahkan semua urusan benang layangan itu ke Pak Ogah yang sedang bertugas.

Bulan ini, memang angin sedang kencang-kencangnya, bagus untuk bermain layangan. Lahan yang terbatas di Jakarta, membuat anak-anak bermain layangan dimanapun. Saya tidak meributkan hal itu. Namun, ada baiknya ya, sebagai pemain layangan yang baik, sampah layangan yang dihasilkan seperti benang atau layangan rusaknya ya dibereskan agar tidak ada kejadian seperti yang saya dan suami alami kemarin sore. Bahaya sekali lho.. kemarin pun dahi suami saya tergores sedikit oleh benang gelasan itu. Pak Polisi atau Satpol PP bisa kan membersihkan sampah layangan yang melintang di jalan??

Singkatnya, kami sampai di PMI, suami saya mendonorkan darahnya, saya menunggu di luar gedung, tahu diri lah saya lagi flu yang masih bening (virusnya masih banyak), jadi takut menulari para orang baik hati di dalam. Suami saya keluar, di belakangnya ada serombongan pemuda yang tampaknya juga habis donor, karena salah satunya membawa telur rebus dan ada perban di siku dalamnya. Suami saya sholat maghrib, teman-teman dia juga. Kemudian saya mendengar suara benda jatuh, saya lihat eh.. si cowok itu dengan santainya membuka telur dan membuangnya di bawah, padahal tidak jauh (hanya 6 langkah) ada tong sampah, kondisi pelataran PMI pun bersih sekali. Geram dong saya.. hehehe. 

Saya tunggu suami saya selesai sholat, lantas saya minta pulang, saya ambil tissue di tas saya. Saya dekati si cowok itu, sambil minta maaf saya berjongkok memungut cangkang telur tersebut, lalu bilang : "Maaf Mas, sepertinya di sini bersih sekali". Dia sepertinya tidak enak lalu bilang maaf dan ikut memunguti cangkang telur tersebut. Saya buang cangkang telur yang saya pungut, lalu saya langsung menghampiri suami saya, terus cabut. Hehehe... dalam hati, ah.. cuma HPnya saja yang kelihatan bagus, tapi perilaku menjaga kebersihannya enggak sebagus HPnya.

Dua cerita di atas saya alami dalam satu sabtu sore kemarin. Dua-duanya saya kira berhubungan dengan sampah, satunya membahayakan dan yang lain memalukan. Mungkin pemerintah terutama departemen pendidikan nasional, perlu menambahkan pelajaran norma dan etika lagi deh di tingkat pendidikan dasar. Lalu, PKK digalakkan lagi agar pendidikan tentang sampah ini bisa dimulai dari keluarga di rumah.

Bagi pengendara motor atau mobil terbuka, bulan ini, hati-hati di jalan ya, waspadai benang layangan yang melintang di jalan. :)

Monday 7 April 2014

Curhat : Membelajari Generasi Pemberani


Dua hari ini ada tamu cantik dan murah senyum yan datang ke kantor tempat saya bekerja. Kehadirannya membuat seisi kantor menjadi ikut ceria. Namanya Nisa, seorang gadis manis berlesung pipi yang masih imut dan belum bisa ngomong R. Hehehe... Nisa itu adalah putri pertama salah satu teman kantor, karena Oma nya sedang pulang kampung, jadinya setiap kali bapak ibunya bekerja, dia juga diajak.

Nisa adalah anak yang periang dan aktif. Dia selalu saja bisa mencari kesibukan walaupun kami terkadang sedikit mengabaikannya karena pekerjaan kami sekarang menumpuk banyak.

Suatu ketika, dia sedang anteng menggambar abstrak di meja saya (dia duduk di kursi). Saya tanya : Nisa itu gambar apa? Telur ya?, dijawabnya : "Iya, teyuy", saya : "waaaa... bagus banget, bulat seperti telur". Karena saking girangnya dia, dipuji gambarnya bagus (gambarnya memang hanya bulatan memanjang gitu, mirip telur), dia tepuk tangan sambil mengangkat kepalanya, lantas kepala itupun terkantuk di pinggiran meja. Woww... kaget saya, tapi tidak mengekspresikannya. Tapi, karena sakit, diapun menangis dan si ayah langsung mendekat.

Ayah : "Ada apa Nisa, kok nangis?". Nisa : (sambil mengusap dagunya, lalu menunjuk pinggir meja). Ayah : "oh kepentok ya, sini ayah obatin (lantas mengelus-elus dagu Nisa) Booaahhh... sembuh ya" Nisanya tadi ga bisa diam ya? Lain kali hati-hati ya Nak."
Sound different dengan apa yang sering saya dengar ya. Biasanya kan kalau si anak jatuh, nanti orang tuanya akan menginjak-injak lantai sembari mengatakan "lantai nakal".

Dari pengalaman itu, saya lantas berfikir, oh iya ya... kita sebetulnya jangan mencari kambing hitam dari tindakan yang dilakukan oleh anak kita. Kan lantai dan meja itu diam tidak bergerak sama sekali, si anak lah yang kurang berhati-hati ya. Mungkin kita sebagai orang tua hanya ingin menunjukkan rasa sayang kita pada mereka, bahwa kita akan melindungi mereka apapun yang terjadi, tapi di sisi lain secara tidak sadar kita juga sedang menciptakan generasi pengecut yang hanya bisa mencari kambing hitam dan bersembunyi di balik punggung orang lain.

Bismillah, mulai sekarang, walaupun dengan keponakan atau anak orang, saya akan meniru kegiatan parenting dari Bapaknya Nisa untuk urusan ini. Menanyakan dulu mengapa dengan penuh kasih sayang, menanyakan urutan kejadian menurut si anak, kalau berhubungan dengan benda diam maka si anak lah yang nantinya akan mendapat nasihat penuh sayang dari saya agar berhati-hati. :)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...